SEJARAH RAYAP
Rayap telah hadir di bumi sejak dua ratus lima puluh juta tahun yang lalu, jauh sebelum kehadiran manusia. Sampai saat ini para ahli hama telah menemukan kira-kira 2000 jenis rayap yang tersebar di seluruh dunia, dari 50oLU – 50oLS, sedangkan di Indonesia sendiri telah ditemukan tidak kurang dari 200 jenis rayap (Nandika et al, 2003).
Kelompok serangga ini mempunyai kemampuan adaptasi yang lebih baik dibandingkan dengan serangga lainnya. Kemampuan ini karena rayap hidup dalam sebuah koloni yang saling bekerjasama, setiap anggota koloni memiliki spesialisasi tugas, menjalankan tugas dengan profesionalisme tinggi dan sistem komunikasi di dalam koloni berjalan dengan baik.
Rayap merupakan ancaman pada bangunan gedung baik untuk fungsi hunian, perkantoran, gedung usaha seperti pusat-pusat perbelanjaan, hotel, dan gedung-gedung dengan fungsi lainnya. Tidak ada bagian dari lingkungan permukiman di Indonesia yang steril dari serangan rayap, bahkan di sebagian besar daerah di Pulau Jawa frekuensi serangan rayap tanah pada bangunan gedung lebih dari 25%. Rayap pada saat ini tidak hanya populer menyerang kayu sebagai bagian konstruksi bagunan rumah tinggal sederhana, tetapi telah merambah menyerang gedung-gedung bertingkat tinggi yang dari segi konstruksi hampir-hampir dikatakan aneh terserang rayap karena dilengkapi basement dengan lantai slab beton bertulang dan sangat minimal menggunakan kayu sebagai komponen struktural bangunan.
Pada bangunan bertingkat tinggi itu rayap menyerang komponen-komponen kayu sebagai bagian dari ornamen bangunan, atau pelengkap isi bangunan seperti funiture, kitchen set, dan lain-lain. Bahkan pada beberapa kasus serangan rayap menghabiskan dokumen-dokumen yang berada di dalam gedung, menghancurkan wallpaper, merusak parquet, dan bahan-bahan bangunan baru seperti gipsum.
Kondisi tersebut merubah status hama rayap yang populer dari hama kayu menjadi hama bangunan, karena tidak hanya menyerang struktur kayu tetapi mengganggu bangunan secara keseluruhan. Perubahan status rayap sebagai hama bangunan, merubah pendekatan teknologi pengendalian rayap dari hanya pengawetan kayu menjadi teknologi dengan pendekatan perlindungan bangunan secara paripurna.
MORFOLOGI RAYAP
Secara morfologi rayap memiliki tiga bagian utama yang meliputi : kepala, toraks dan abdomen. Di beberapa negara sub-tropika rayap dikenal sebagai semut putih (white ant) karena secara selintas antar keduanya mempunyai penampilan yang hampir sama. Padahal terdapat beberapa perbedaan antara rayap dan semut berdasarkan penelitian Pearce pada tahun 1997 yang meliputi :
- Abdomen semut bagian tengah mengecil, sementara rayap tidak.
- Semut memiliki sepasang sayap, dengan ukuran salah satu sayap lebih kecil dari sayap yang lain. Rayap memiliki sepasang sayap yang sama besar ukurannya.
- Antena semut bersiku sementara antena rayap lurus
Kelompok serangga ini mempunyai kemampuan adaptasi yang lebih baik dibanding serangga lainnya. Kemampuan ini karena rayap hidup dalam sebuah koloni yang mampu bertahan hidup lama. Anggota koloni rayap hidup dalam jumlah besar dan berspesialisasi menjadi tiga kasta : pekerja, prajurit, dan reproduktif. Setiap kasta berbeda secara morfologi maupun fungsinya di dalam koloni. Kasta pekerja adalah anggota koloni yang berfungsi mencari makan, memperbesar sarang, memberi makan kasta lainnya, dan melayani kebutuhan ratu. Kasta prajurit hanya berfungsi sebagai penjaga koloni dari musuh-musuh alaminya. Sementara kasta reproduktif berperan untuk memperbanyak anggota koloni.
Rayap merupakan seranggga dengan metamor fosis tidak sempurna. Siklus hidup rayap terdiri dari telur, nimfa dan dewasa. Sementara pada semut, metamorfosis yang terjadi berlangsung sempurna yang meliputi fase telur, larva, pupa dan dewasa.
BIOEKOLOGI RAYAP
Hingga saat ini di seluruh dunia tersebar kira-kira 2500 jenis rayap dan di Indonesia ditemukan tidak kurang dari 200 jenis rayap (Nandika et al, 2003). Dari semua jenis rayap yang ada tersebut kira-kira hanya sepuluh persen yang menimbulkan kerusakan baik pada tanaman maupun pada kayu sebagai komponen bangunan. Rayap juga merupakan satu-satunya kelompok serangga yang mampu memanfaatkan selulosa sebagai sumber makanannya. Bahan makanan ini merupakan salah satu bahan yang terbesar kelimpahannya di bumi. Selulosa dalam tubuh rayap dicerna dengan bantuan organisme simbion yang hidup di dalam saluran pencernaannya. Organisme inilah yang menguraikan selulosa menjadi senyawa-senyawa sederhana yang mampu diserap oleh rayap.
Sifat biologi rayap yang utama meliputi ;
- Trophalaksis, yaitu saling memberi makan,
- Kanibalistic yaitu sifat rayap yang memakan bangkai anggota koloni yang sudah mati,
- Kriptobiotic, sifat rayap yang takut dengan cahaya.
Habitat rayap terbagi menjadi rayap-rayap hidup di dalam tanah, di dalam kayu kering, di pohon-pohon hidup, atau di kayu-kayu lembab. Pada lingkungan perkotaan dua kelompok rayap yang penting adalah rayap tanah dan rayap kayu kering. Rayap tanah hidup bersarang di dalam tanah. Kelompok rayap ini di dunia dikenal sebagai kelompok subterranean termites. Kehadirannya terutama dipengaruhi oleh suhu, kelembaban tanah, tipe tanah serta vegetasi (Peter, 1996).
Tanah merupakan tempat hidup rayap, dimana tanah dapat mengisolasi rayap dari suhu dan kelembaban yang ekstrim. Keberadaan jenis rayap tertentu dapat meningkat kan kesuburan tanah, karena aktivitas rayap daapt mengubah profil tanah, mempengaruhi tekstur tanah dan pendistribusian bahan organik. Secara umum rayap tanah menyukai tipe tanah yang mengandung liat dan tidak menyukai tanah berpasir dikarena kan tanah berpasir memiliki kandungan bahan organik yang rendah.
Ada beberapa jenis rayap tertentu yang hidup digurun pasir seperti Amitermes dan Psammotermes, keberadaan mereka dapat meningkatkan infiltasi air. Rayap mampu memodifikasi profil dan sifat kimia tanah sehingga menyebabkan terjadinya perubahan vegetasi. Contohnya pada sarang rayap Macrotermes cenderung lebih banyak mengandung silika sehingga hanya jenis-jenis tertentu yang dapat tumbuh disekitar dan diatas sarang rayap tersebut.
Suatu koloni besar Macrotermes didalam habitat savana, dapat memindahkan lebih dari satu ton vegetasi setiap tahun. Sarang rayap Macrotermes dapat mencapai ketinggian 10 meter dan berdiri sangat kokoh tidak mudah hancur oleh hujan dan angin. Didalam hutan, khususnya hutan hujan peranan rayap sangat penting sebagai dekomposer serasah dilantai hutan. Jika kita masuk kedalam hutan dataran rendah, banyak sekali kita dijumpai gumpalan-gumpalan tanah yang merupakan kotoran atau bekas makaan rayap. Rayap juga akan menghancurkan pepohonan yang tumbang sehingga akan mudah terurai oleh dekomposer yang lebih kecil lagi.
Di padang savana Arizona, dijumpai rayap jenis Heterotermes aureus, rayap tersebut mampu mengkonsumsi kayu seberat 78,9 kg/ha pertahun. Serangan rayap-rayap ini banyak dilakukan pada pohon-pohon yang mati setelah turun hujan. Hodotermes didaerah gurun Afrika Selatan berperan penting dalam siklus nutrien tanah. Dengan adanya rayap sangat mendukung pertumbuhan tanaman karena rayap membawa air ke darah tumbuh tanaman sehingga ketersediaan air bagi pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik.
Beberapa jenis rayap tanah mampu beradaptasi pada lingkungan ciptaan manusia misalnya di dalam bangunan gedung dengan memanfaatkan suhu dan kelembaban yang terdapat di dalam bangunan tersebut untuk membuat sarang-sarang antara (secondary nest). Akibat kemampuannya tersebut beberapa jenis rayap ini banyak berperan sebagai hama bangunan.
Di Indonesia beberapa jenis rayap tanah yang paling berbahaya adalah dari kelompok genus Coptotermes sedangkan di negara-negara lain seperti di Amerika dari 45 jenis rayap hanya dua di antaranya berperan sebagai hama utama yaitu Reticulitermes hesperus dan R. flavipes ditambah rayap migran, yaitu C. formosanus (Tamashiro dan Yates, 2007).
Rayap tanah Coptotermes merupakan jenis yang paling sukses hidup di lingkungan perkotaan. Serangga ini dapat membentuk koloni dalam jumlah yang besar dan memiliki wilayah jelajah yang tinggi. Pendugaan jumlah individu dalam koloni dan wilayah jelajahnya dapat ditentukan dengan teknik penandaan dan penangkapan berulang. Su dan Robinson (1996) menduga dalam koloni Coptotermes formosanus yang besar diduga terdiri dari tujuh juta individu rayap dengan wilayah jelajah 3500 m2, dan dalam koloni yang kecil berjumlah 1 juta individu dengan wilayah jelajah 1300 m2.
Sementara itu dalam koloni Coptotermes curvignathus dapat dijumpai lebih dari satu juta individu dengan wilayah jelajah sekurang-kurangnya 450 m2 (Nandika, et al, 2003). Berdasarkan hal tersebut, tidak mengherankan apabila dibandingkan dengan jenis rayap lainnya, rayap Coptotermes lebih berbahaya menyerang bangunan gedung. Bahkan serangannya tidak terbatas pada tipe bangunan sederhana tetapi juga mampu menyerang objek-objek serangan yang tinggi pada bangunan-bangunan bertingkat jauh di atas permukaan tanah.
dari berbagai sumber, sahabatpestcontrol.blogspot.com
bersambung........
Tidak ada komentar :
Posting Komentar